Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Erina Budi Purwantiningsih, Salah Satu 75 Penulis Teraktif FAM Indonesia 2018

Gambar
Erina Budi Purwantiningsih lahir di Kediri, 18 November 1997. Dan kini sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang Prodi S1 PGSD. Beberapa karyanya penah dibukukan antara lain Puisi Wasiat Secawan Kopi dalam buku antologi puisi “Aquarium dan Delusi” yang diterbitkan oleh Bebuku Publisher tahun 2016, puisi Diorama Malam dan Langkahmu di Ujung Senja dalam buku “Diorama Malam” yang diterbitkan Oase Pustaka tahun 2016 dan esai dengan judul Bangkit dari Belaian Zaman yang masuk dalam buku antologi esai “Membangun Indonesia Berkarakter” yang diterbitkan oleh FAM Publishing tahun 2014. Maret 2017 lalu, buku tunggal pertamanya dengan judul Panorama Cinta terbitan FAM Publishing juga telah di launching. Buku keduanya berjudul Partitur Lokapala Cinta juga telah terbit oleh Ellunar Publishing. Untuk mengenalnya lebih lanjut hubungi IDLine/Ig @erinabudi_ Salam sastra! [FAM] sumber: famindonesia.com

TERUNTUK KAU YANG DATANG DI SAAT PANDANGKU MULAI SURAM

suatu ketika, dunia menamparku untuk membuatku bangkit, katanya ah, dunia tiada lagi menjaga pilar kendalinya tak lagi sudi memberi peneduh kala aku runtuh tak lagi sedia menyangga kala kalah berlaga ah, kita begitu naif aku tiada berlari, tiada pula membangun kembali nyata duniaku terlalu kosong untuk menjejak, apalagi bersinggah langit kembali mengumbar terangnya, mengupas elegi tinggal belulang ah, aku ingin berlindung padamu bermandikan rona cerahmu Kediri, 2018 Tentang diriku, hatiku, dan aku Erina B. Purwantiningsih // @erinabudi_ 

Menambal Mental Keropos Mahasiswa

Gambar
“Menjadi mahasiswa adalah menjadi tulang punggung bangsa. Jika keropos, runtuhlah negara.” Erina B. Purwantiningsih Mahasiswa pada dasarnya adalah kaum intelektual idealis yang “kelahirannya” menjadi tonggak laju kehidupan. Bukan hanya sekedar mengejar ilmu di bangku perkuliahan demi karir cemerlang, namun juga sebagai perombak paradigma masyarakat. Masih sering kita dengar bahwa pendidikan bukanlah hal utama dalam pencapaian ke arah lebih baik dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat kian terangnya kasus yang didalangi rayap-rayap berdasi dalam merong-rong negeri sendiri. Dan dalangnya tiada lain adalah mantan mahasiswa. Nama ‘mahasiswa’ kembali dipertaruhkan esensinya. Melihat realita mahasiswa yang dipuja sebagai tonggak kemajuan suatu bangsa sampai saat ini masih menjadi pertanyaan bagi masyarakat luas, tidak terlepas dari wilayah Kota Patria, Blitar Raya. Bukankah suatu keharusan bagi mahasiswa untuk berperan aktif dalam kontrol kebijakan yang di