Kemelut Entertaiment Bumi Khatulistiwa
Di era modern kini, kehidupan manusia kian kompleks. Aneka
kebutuhan yang dulunya dianggap non-prioritas sekarang bertransformasi menjadi
barang utama menemani sandang, papan, dan pangan. Apakah itu? Ya, hiburan.
Hiburan
atau yang selama ini akrab kita sapa entertaiment adalah segala sesuatu, baik
yang berbentuk kata-kata, tempat, benda maupun perilaku yang dapat menjadi
pelipur hati. Hiburan bersifat subjektif, bergantung pada penikmatnya. Apabila
subjek tersebut merasa terhibur terhadap sesuatu hal, maka hal itu dapat
dikatakan suatu hiburan. Berdasarkan landasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
hiburan mencakup banyak hal, diantaranya musik, film, opera, drama, permainan,
dan lain sebagainya. Berwisata juga dapat dikatakan sebagai upaya hiburan
dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu
senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikategorikan
sebagai hiburan. Media yang digunakan dalam dunia entertaiment yakni TV, radio,
panggung pertunjukan, serta internet.
Dunia
hiburan Indonesia yang sedang naik daun di abad 20 kini adalah sinema yang
marak kita jumpai setiap jamnya di beberapa stasiun TV swasta ternama
Indonesia.
Industri
sinema dan perfilman di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang bahkan
sempat menjadi kaisar di negeri sendiri di era 80-an. Bintang-bintang muda
dengan akting totalnya merajai poster-poster film Indonesia seperti Meriam
Bellina, Paramita Rusadi, Desi Ratnasari yang namanya melejit sesaat setelah
masuk ke film Catatan Si Boy dan Blok M. Di era 90-an hingga sekarang Indonesia
mulai memperlihatkan dayanya yang panas terutama dengan mengimplementasikan
aksi-aksi laga dan animasi yang kian mempercantik tayangan layar kaca. Akan
tetapi di era berkembangnya saat kini, justru dunia entertainment kita tengah
mengalami kemelut yang mengancam laju kembangnya.
Kasus
plagiatisme yang sonter dikabarkan akhir-akhir ini seakan menjadi urat nadi
dunia entertainment di bumi katulistiwa ini.
Plagiatisme adalah
pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan
menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri tanpa izin dari penciptanya. Blacks Law Dictionary mendefinisikan bahwa plagiarisme sebagai tindakan
meniru atau menjiplak suatu komposisi material. Penjiplakan komposisi material
tersebut bisa dilakukan sebagian maupun secara menyeluruh dari karya aslinya
dan kemudian digunakan sebagai karya pribadi. Jadi, apabila material ini telah
dilindungi oleh Hak Cipta, maka tindakan-tindakan tersebut merupakan suatu
tindakan plagiarisme.
Di dunia hiburan, plagiat dapat
diartikan mengambil ide kreatif orang
lain untuk dijadikan karya mereka tanpa
seizin dari yang punya. Seperti mengambil nada/melodi lagu musisi lain untuk
dijadikan karya mereka tanpa seizin pencipta yang asli maupun memakai alur
cerita drama maupun film luar negeri yang telah dirilis.
Industri hiburan merupakan tempat
yang sangat menjanjikan dan menggiurkan untuk cepat menjadi populer dan kaya. Demikian
halnya dengan industri hiburan di Indonesia. Apalagi sekarang ini di Indonesia
sedang zamannya “hallyu wave” atau sering disebut demam Korea. Sinetron
Indonesia beberapa telah terbukti merupakan hasil plagiat dari luar negeri. Misalnya,
Benci Bilang Cinta plagiat K-drama Princess Hours dan Siapa Takut Jatuh Cinta
plagiat drama Taiwan Meteor Garden.
Baru-baru ini sinema Kau yang
Berasal dari Bintang yang ditayangkan di salah satu stasiun TV ternama
Indonesia juga merupakan hasil copas
dari drama A Man From the Star yang mencapai rating tinggi di Asia pada
pertengahan tahun 2014 yang ditayangkan oleh SBS TV Korea. Bukan hanya alur
ceritanya yang sama, namun tata letak propertipun amat mirip. Hal ini
menimbulkan sapaan pedas dari berbagai kalangan. Pihak SBS TV juga telah
memberikan sanksi denda pada stasiun penayang sinema copas itu, yang membuat tayangan tersebut sempat dihentikan
produksinya sementara.
Kasus
plagiarisme seperti ini tampak sangat memprihatinkan dan membuat kita pilu. Semakin
hari semakin menjadi-jadi. Padahal dampak dari plagiarisme sangat buruk untuk
diri kita walaupun tidak dirasakan secara langsung. Plagiarisme membuat diri
menjadi malas karena selalu mengandalkan karya orang lain untuk dijiplak. Tidak
hanya itu, kegiatan plagiat juga dapat menghambat kreativitas seseorang karena
mereka tidak pernah mengekspresikan bakat yang mereka miliki. Konsekuensinya,
kita tak pernah mau belajar dan selalu merasa ragu untuk mengandalkan kemampuan
diri kita sendiri. Meja hijau dan bui juga telah menanti para tokoh plagiat. Agama
islam pun melarang adanya tindakan plagiat karena termasuk bentuk perbuatan
tercela, dan perbuatan tercela tidak akan mendapat berkah dari Allah SWT. Bukankah
lebih baik dan lebih bangga jika kita menggunakan hasil karya sendiri? Indonesia
harus punya karakteristik dalam dunia hiburan. Jika negara lain seperti Korea, Jepang,
dan Amerika bisa, kenapa kita tidak? Sebenarnya tidak masalah jika kita meniru
hal-hal dari luar negeri, asal ciri khas Indonesia tetap ada dan sudah mendapat
legalitas dari sang kreator. Hasil karya sendiri dan orisinil akan lebih
dihargai walaupun hasilnya kurang memuaskan daripada hasil karya orang lain
yang diakui jadi karya sendiri.
Dalam menanggulangi plagiarisme
bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan daya
kreativitas yang lebih agar ide-ide kita mampu terolah dengan baik untuk terus
berkarya. Tak hanya itu, semangat yang penuh juga menjadi barang vital saat mencipta
sebuah karya.
Di saat yang sama, saat kita
menginginkan budaya menjiplak yang kini telah menjangkiti dunia hiburan
Indonesia terhapuskan dan menghilangkan gelar ‘Tukang Plagiat’ yang telah dicap
stempel oleh beberapa pihak, maka mulailah terapkan kejujuran dalam tiap-tiap
sendi kehidupan. Mulailah kembangkan bakat minatmu dan pupuk ia agar tumbuh
subur bersamamu. Dengan ini, kita gerakkan Bumi Khatulistiwa yang aktif,
kreatif, dan inovatif sebagai ladang kejayaan kita, Bangsa Indonesia! *erina/
Komentar
Posting Komentar
Enter Your Comment Here! :D