Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

SEKILAS BATAS PENDIDIKAN DI S1 PGSD UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Gambar
(Artikel ini dipublikasikan oleh intipjurusan.com pada Desember 2017) Salam dari pelurus generasi penerus! Sebelumnya, perkenalkan nama saya Erina Budi Purwantiningsih. Saya mahasiswi PGSD Universitas Negeri malang angkatan 2015. Seperti ulasan jurusan serta kampus yang ditulis teman-teman sebelumnya, kali ini saya akan sedikit membuka pintu pengetahuan kalian mengenai prodi saya yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang. Apa itu prodi PGSD? Bagaimana prospek kedepannya? Serta beberapa bahasan lain yang semoga memberikan bantuan wawasan bagi rekan-rekan yang akan mengambil prodi ini selanjutnya. So, lets open your mind. Offering F5 PGSD UM saat kegiatan porseni Blitar, Jatim: Universitas Negeri Malang adalah sebuah universitas Negeri di kota malang Jawa Timur. Selain memiliki kampus induk yang megah di Jalan Semarang No. 5 atau yang lebih akrab kampus ngarepe matos karena memang berdiri di depan sebuah mall besar di jantung kota Malang, Universitas Negeri Mal

Panorama Cinta, Sebuah Catatan Amatan Sosial Erina Budi Purwantiningsih

Gambar
Maret 2017 lalu, Forum Aishiteru Menulis Indonesia atau yang lebih dikenal dengan FAM Indonesia, menggelar gebyar launching 60 buku terbitan FAM Indonesia. Acara yang digelar di perpustakaan daerah Kabupaten Kediri di kota Pare yang dibarengi dengan lomba baca puisi siswa SMP/Mts sederajat se Kabupaten Kediri terbilang cukup meriah. Pembacaan puisi yang menarik dan sangat total oleh para peserta membuat pengunjung bertepuk riuh. Pelaksanaan launching buku ada di sela-sela pembacaan lomba puisi. Salah satu buku yang diluncurkan adalah Panorama Cinta karya Erina Budi Purwantiningsih (ig: @erinabudi_). Erina adalah mahasiswa PGSD Universitas Negeri Malang tahun 2015. Kecintaannya pada dunia literasi semenjak bangku SMA. Erina Budi Purwantiningsih saat menyampaikan sekilas tentang bukunya "Panorama Cinta" "Panorama Cinta adalah buku tunggal pertama saya. Terima kasih kepada FAM yang telah menerbitkannya. Buku ini terinspirasi dari amatan sosial di sekitar saya tentang

Catatan Perjalanan Erina: KA Penataran Pagi Itu

Gambar
Hari ini aku harus kembali menuju patria raya. Tugasku mengisi materi kepenulisan puisi dalam diklat MP3 FIP UM 2017 telah purna. Seperti biasa, daripada memilih naik bis aku lebih condong pada kereta api yang lebih nyaman dan aman, bagiku. Aku sedikit trauma dengan tradegi pencopetan di bis yang berlangsung tepat di depanku dan aku tak dapat berbuat apapun. Syukurku teramat penuh kala itu, bukan aku sasarannya. Sumber: google.com Aku menulis ini di sebuah gerbong kereta api Dhoho dengan tujuan stasiun Blitar dari Malang. Tepatnya aku ada di gerbong 4 kursi 10E sekarang. Tahukah? Ini bukan tempat dudukku, seseorang dengan sukarela berbagi tempat duduknya denganku. Aku tak mengetahui namanya, seseorang laki-laki berpakaian batik biru dengan jam tangan hitam. Kurasa dia pegawai kantor. Terima kasih sekali. Sebenarnya aku pun mendapat kursi duduk, di 10 B. Hanya saja deret kursi itu penuh di tempati. Aku sudah bertekad berdiri kala itu dan seseorang memanggilku lantas menyerahkan k

Aku tak akan lusuh, kau tahu?

Gambar
Sudah lama aku tak menandangkan penaku pada secarik kertas. Mengapa? Kurasa aku terlampau bahagia untuk menyambut elok hariku dibanding menuangkan keluhku yang tak sanggup kuucap. Dan akhirnya, aku kembali menuangkan ceritaku. Aku tengah bersambut dengan purnama merah. Awan tipis tampak berjalan melewatinya, pelan. Seolah mengabarkan bahwa dalam hidup tiada perlu mengungkap gundah. Waktu yang akan usaikan, melajulah saja. Benar. Hari ini purnama ke 10 di tahun ini. Aku duduk pada dipan bambu yang tadi siang baru di letakkan ayahku di sana. Seorang diri. Menyesap kopi manis sambil menuliskan catatan kecil untuk perkuliahan esok lusa. Isinya sederhana saja, tentang poin presentasiku pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Jujur saja, pembelajaran itu acapkali membuatku menguap saat di kelas. Seolah imajinasi menulisku dikekang kuat dengan aturan-aturan penulisan penelitian. Aku kehilangan bebas. Sudahlah. Aku awalnya ingin menceritakan pasal temanku. Terserah kau ingin menyebutnya sia

Sebuah Kisah (3): Terus Berdiri

Setiap orang berhak mengungkapkan "kelemahannya" saat ia merasa dayanya habis. Kurang lebih aku menyetujui pernyataan itu. Aku bukan ingin menunjukkan kelemahanku, tunggu, tidak ada manusia yang ingin diketahui kelemahannya, tidak satupun. Namun, ada kalanya ia ingin orang lain tahu bahwa menanggung sendiri itu teramat berat adanya dan ia pun berhak berujar, "temani dan bantu aku." Sekalipun ia berkata nyalang di dalam hatinya, untuk dirinya sendiri. Kuharap ada angin segar yang membisikkan padaku bahwa menjadi terbuka tehadap dunia adalah cara hidup bahagia. Kuharap aku percaya bahwa tak perlu memikul berat menjuntai dan berusaha mengurainya sendiri. Aku butuh melepas lelah, aku butuh duduk, dan aku butuh... bersandar. Maka yang perlu kulakukan adalah meletakkan penak di penopang yang kokoh, yang sanggup menahanku dan menjaga tegakku. Kuharap alat topangku sekokoh karang, ia tak elak mengaduh walau badai memburu. Kuharap alat topangku adalah langit, yang sudi hid

Sebuah Kisah (2): Aku Siap

"Jika pengharapan tak pernah ada di dunia, kurasa aku sudah membunuh diriku karena rinduku teramat menggebu." Patria, 2017. Tak ada yang berbeda, seperti biasa langit berwarna biru muda dan sayup angin masih lembut beradu dengan sorot kasar matahari yang masih menunggu. Bayanganku jauh menembus batas, kulihat lautan lepas masih tenang membawa kapal-kapal melaju ke tuju. Dan kukatakan, aku masih sama seperti diriku yang melambai pada "diriku yang lain" di gelap malam yang ranum. "Dengarlah, aku tengah merindu." Ah, kurasa menjadi wanita pun harus tahan banting. Tak mudah mengungkap susah, berkata lelah, apalagi mengucap menyerah. Tidak! Hei kau, jika hatimu bertanya seberapa siapkah aku menebalkan tekadku untuk selalu terjaga, jawabku adalah, "aku siap sedia." */ern

Sebuah Kisah (1): Yakinku

Alkisah. Biasanya aku mengawali pagiku dengan ujaran itu. Sebagai pemulaan, ucapnya padaku di bawah matahari yang baru bangun. Entah apa gerangan maksudnya, dia selalu berlari setiap aku hendak menarik kaos birunya untuk kujadikan lap tangan. "Aku akan menemanimu, tapi tidak menjadi temanmu." Masih belum lama, sepersekian detik lalu aku mengingatnya. Lekat. Seolah dia di hadapanku dan memaksa menempel di lembar tugas yang ku tempelkan di kepala. Rasanya, dia disana. Aku terus menerka. Mungkinkah, tunjukku salah arah? Aku tiada mau terkilir untuk dua masa. Senja menjadi demikian gelap saat aku berjalan kembali. Maka aku harus mengukuhkan diriku. Ah, hatiku ingin mengungkap. Nyatanya segan, ini jalan buntu, tak berlubang. Aku menunggu terowongan digali dan aku akan melewatinya, sekalipun berlumpur dan penuh batu, nantinya. Tiada apa. Ya, aku yakinkan diriku tak akan tersungkur. Sekalipun nantinya akan jatuh, sudahlah. Aku tiada tahu akhir kisah. Tuhan punya rumus kebahagiaa

Perihal Tisu (Acap) Muksa

               Hari ini untuk kesekian kalinya, saya merelakan lembar tisu yang saya bawa muksa sudah. Hanya satu lembar memang, tapi lembar yang kesekian kalinya. Dari segi harga mungkin memang tak terlampau berarti, tapi dari esensinya ternyata membaawa makna berarti.             Kehilangan sesuatu hal yang tampaknya tidak bermakna ternyata membawa dampak psikologis terhadap diri saya. Bersikap teledor atau hilang teliti misalnya. Memang tidak tampak efeknya secara langsung, tapi perlahan karakter itu akan melekat di diri kita dan ‘ternyata’ cukup sulit menghilangkannya.             Lembar tisu saya yang pertama yang mulanya saya gunakan sebagai alat bersih layar telepon genggam saya kali itu hilang dan saya benar-benar tidak tahu kemana perginya. Bahkan tanpa berupaya mencarinya, saya dengan mudah mengambil lembar tisu baru sebagai pengganti tisu pertama. Hal tersebut berlanjut hingga saya nyaris menghabiskan seperempat wadah tisu seisi 500 lembar. Dari sisi ekonomis, memang

Yuk, Kenalan dengan Kampus 3 Universitas Negeri Malang

Gambar
Blitar, Jatim : Universitas Negeri Malang adalah sebuah universitas Negeri di kota Malang Jawa timur. Selain memiliki kampus induk yang megah di Jalan Semarang No. 5 atau yang lebih akrab kampus ngarepe matos karena memang berdiri di depan sebuah mall besar di jantung kota Malang, Universitas Negeri Malang juga memiliki kampus peranakan atau kampus cabang yang ada di Jalan Ki Ageng Gribig No 45 Sawojajar Malang (PP 2) dan kampus di Jalan Ir. Sukarno No. 1 Kota Blitar (PP3). PP2 dan PP3 merupakan kampus yang dikhususkan untuk jurusan KSDP yang meliputi prodi PGSD dan PGPAUD. PP2 juga sebagai kampus utama dalam pelaksanaan segala kegiatan dan administrasi jurusan KSDP FIP UM. Selebihnya, mari berkenalan lebih lanjut dengan PP3 Universitas Negeri Malang 😊 PP3 UM seperti yang dijelaskan sekilas di atas, merupakan kampus cabang Universitas Negeri Malang  di Kota Blitar Jawa Timur yang menaungi prodi PGSD. PP3 UM dipimpin oleh Ka-PP3 (Koordinator Program Pelaksana 3) Bapak Alif Mudiono,

Efektifkah Full Day School itu? Sedikit Pemikiran Erina...

Gambar
Full day school? Hampir setiap hari saya mendengar gembar-gembor pengadaan agenda satu ini di dunia pendidikan. Kebetulan saya berkecimpung langsung di dunia ini, mengingat saya adalah mahasiswa PGSD di salah satu universitas negeri di kota Malang, Jawa Timur. Selain itu saya juga menjadi guru bimbel untuk siswa Sekolah Dasar. Sehingga saya cukup akrab dengan dunia sekolah dan hal-hal yang menjadi pondasinya. Efektifkah? Mungkin perlu saya paparkan pro dan kontra yang menghuni pemikiran saya beserta fakta yang acap saya jumpai di sekitar saya. Full day school mengharuskan siswa mengikuti pembelajaran di sekolah sejak pukul 7 pagi hingga pukul 4 sore. Nyaris 10 jam setiap hari harus dihabiskan siswa untuk berada di sekolah. Sumber gambar: google.com (find me on instagram account @erinabudi_) Apa kata pemikiran saya? Saya dengan tegas menolak. 9 jam kegiatan di sekolah itu menurut saya sangat ajaib. Ajaib? Semasa SMA, saya adalah siswa SMA RSBI (meskipun cuma 6 bulan, karena RSBI k

Layang Manis untuk Bang Pidi Baiq

Gambar
Surat untuk Bang Pidi Baiq yang baik. Sudah lama aku hendak menandangkan suratku (baca: ocehan) ini. Kau bisa anggap aku benar-benar menulis di secarik kertas lalu ku lipat dan ku masukkan dalam amplop warna oranye. Mengapa oranye? Entah. Itu yang tiba-tiba kutuliskan. Coba tanya tanganku, apa maknanya. Jika dia sudah menjawabmu, maka beri tahu aku. Surat spesial untuk Bang Pidi dari penulis kacangan @erinabudi_ semoga engkau sudi membaca Terima kasih sudah memperkenalkan aku pada sosok Dilan dan Milea yang (katanya) sempat kau temui sebagai sumber laju idemu menulis. Teropong cinta yang bagiku harus indah dan penuh corak tiba-tiba pecah saat mataku menyusuri kisah Dilan dan Milea. Cinta yang sederhana, nyleneh, dan sedikit urakan. Mohon jangan salahkan kata-kataku. Menurutku itu seperti balon besar berisi cokelat permen yang kutusuk peniti penaut jilbabku. Dan boom... aku suka. Sekali lagi terima kasih telah menyuguhkan secawan kopi rasa "perasaan, perjuangan, dan kesede

Panorama Cinta oleh Erina Budi Purwantiningsih

Gambar
Panorama Cinta adalah buku kumpulan puisi dan cerpen karya Erina Budi Purwantiningsih, mahasiswi S1 PGSD Universitas Negeri Malang tahun 2015.  Merupakan buku tunggal pertama yang ditulis sejak tahun 2015 hingga pertama kali rilis pada pertengahan tahun 2016. Buku bertema cinta serta perjuangan seorang remaja memperjuangkan angan, prinsip, serta jati dirinya  dikemas dalam rangkaian cerita pendek serta puisi. Aryna Cintya Devi (mahasiswi UM-2015) mengungkapkan bahwa penulisan cerita yang jelas dan mengena pada maknanya membuat buku ini bisa menjadi kudapan saat senggang sekaligus memaknai kehidupan. Buku Kumpulan Puisi dan Cerpen "Panorama Cinta" oleh Erina Budi Purwantiningsih more informations  https://www.instagram.com/erinabudi_/?hl=id Buku yang berisikan 72 lembar itu juga mendapat tanggapan yang bagus saat pelaksanaan Gebyar Launching 60 buku terbitan FAM Publishing Maret 2017 lalu. Aliya Nurlela (Penulis dan Pegiat FAM) menuturkan Erina adalah siswa sang

Cerita Anak: "Balon Telina"

Gambar
Suatu hari, Telina pergi ke sebuah pekan raya di kotanya. Di sana, ada penjual balon yang beraneka warna. Ada warna biru, putih, kuning, merah, ungu, dan masih banyak lagi. Telina ingin membeli lima buah balon dengan warna yang berbeda-beda. Tentu dengan warna kesukaannya. “Kau mau membeli balon, Nak?” tanya penjual balon itu dengan ramah. Telina mengangguk pelan, “Tentu. Aku ingin warna merah, kuning, kelabu. Ah, dan juga hijau muda, dan biru.” Katanya sambil menunjuk kelima balon pilihannya itu. Tukang balon itu mengambilkan balon-balon pilihan Telina dan menyerahkan kepadanya. “Berapa harganya?” tanya telina sambil menerima balon-balon itu. “Hanya 5 keping peni saja.” Telina mengeluarkan 5 keping peni dari sakunya dan menyerahkannya pada penjual balon itu. “1, 2, 3, 4, 5... lima keping peni, Pak.” Telina pun melambaikan tangan berpamitan. Penjual balon itu tersenyum. “Hati-hati, Nak. Jaga balonmu supaya tidak meletus.”             “Tentu saja.”             Gadis

Perbedaan, Wajarkah?

Gambar
Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Malang berbicara!                 Fanatisme, idealisme, dan sikap egoistik di era kini seolah adalah bumerang yang dapat menikam diri kita sendiri setelah melukai orang lain. Tak elak dikata, berbagai kasus yang menjadi sorotan tajam sekarang adalah bullying via akun sosial media, intoleransi agama, serta pelecehan jati diri bangsa. Bukan lagi rumor saat kita melihat atau bahkan mengalami sendiri ‘pembulian’ baik secara langsung atau via internet. Memang, setiap hal pasti memiliki pro dan kontra yang merupakan hal wajar. Namun, penghinaan dan ‘mematikan’ pihak lain secara berlebih, sehatkah? Menurut saya, tidak. Budaya arif bijaksana yang erat dengan jati diri memupus sudah, ah , tidak, bahkan nyaris lenyap. Kembali lagi pada topik bullying . Bullying sering diartikan perkataan atau perbuatan yang ditujukan untuk menjatuhkan pihak lain. Sering kita lihat di televisi misalnya, pembulian terhadap rekan sekolahnya karena masalah kecil yang dibesar-

Panorama Cinta (FAM PUBLISHING) - Erina Budi Purwantiningsih

Gambar
Launching 60 Buku Tandai Puncak Perayaan Milad ke-5 FAM Indonesia Buku Puisi dan Cerpen Panorama Cinta oleh Erina Budi Purwantiningsih Kediri – Bertepatan dengan usia Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia yang ke-5 tahun, wadah kepenulisan nasional ini menggelar kegiatan literasi di akhir Maret 2017, Sabtu (25/3). Sebanyak 70-an peserta dari kalangan siswa, mahasiswa, guru dan kalangan umum menghadiri acara tersebut. Acara bertempat di Perpustakaan Daerah Mastrip Pare, Kediri. Kegiatan itu bertajuk “Gebyar Lauching 60 Buku”, yang merupakan agenda FAM Indonesia sebagai komunitas penulis yang konsen mengajak masyarakat peduli literasi. “Minat menulis masyarakat Indonesia cukup tinggi, hal itu perlu diapresiasi dengan mempromosikan karya penulis, salah satunya melalui launching buku,” kata Aliya Nurlela, Sekjen FAM Indonesia melalui siaran pers, Sabtu (25/3/2017). FAM Indonesia melalui divisi penerbitannya, yaitu FAM Publishing bermaksud menumbuhkan minat baca masyarakat

Cerpen "Hujan Rindu Menjalang"

Setiap hujan turun untuk menyapa penduduk bumi, gadis itu tak pernah absen duduk di tepi pekarangan rumah sambil memandang langit. Ia menanti air langit itu tanpa pernah menaruh kesal dan gundah. Senyum selalu tergambar di wajah sendunya. Sudah enam periode musim penghujan ia lalui. Dan ia masih sendiri. Mungkin, tahun berikutnya akan jadi waktu keberuntungan bagi dia.             Hujan adalah mimpi yang masih ia pendam dan berharap suatu ketika ada jawaban yang mampu mengusir segala sepi di dirinya. Lelaki enam tahun lalu telah membuatnya benar-benar jatuh hati. Tak dapat ia pungkiri, pria itu dengan sempurna membangun istana megah di sudut batinnya. Meski hanya dalam satu kali pertemuan yang amat singkat. Karena lelaki itu, gadis itu masih dapat menikmati peliknya dunia.             Mungkin akan terdengar berlebihan saat dikata pria itu adalah cinta pertamanya. Hanya sekian detik mereka saling bertatapan. Dan, secepat itu pula pria itu pergi. Gadis itu tak pernah mengerti, menga

Puisi "Langkahmu di Ujung Senja"

Gambar
Oleh: Erina Budi Purwantiningsih Universitas Negeri Malang – PGSD PP3 2015 Sumber: Dokumen Pribadi kasih, tahukah kau saat langit mulai menguning dan rombongan merpati telah kembali pulang aku masih bercengkrama dengan senja di ujung jalan karena kaulah yang ada di sana, itu engkau yang berkilauan seperti matahari sore kasih, kala bulan penuh turun di kaki bukit dan bintang-bintang datang menjajakan sinarnya di sepanjang malam purnama emas pahamilah terangnya yang menjadi jelmaan segala rinduku kau seperti kerlip bintang-bintang menangkap hatiku dan memenjarakannya ini semakin kuat memaksaku untuk mendentam memoriku dan menyimpan tawamu dalam naungan langit malam, daku teringat padamu dalam air mataku yang mulai meninggi kau muncul di pikiranku, dan waktu berjalan dan berhenti bersamamu Kediri, 12-12-2016 (Puisi ini diterbitkan di Majalah Media  <Majalah Pengembangan Pendidikan Jawa Timur> Edisi Januari 2017)

Nyalang PGSD dalam Kabut Bayang

PGSD? Pertanyaan itu seringkali terlontar saat ada yang saling berbincang mengenai salah satu prodi pendidikan tinggi keguruan. Mengapa? Pola pikir masyarakat umum terlanjur terkotak bahwa PGSD hanya akan mencetak calon guru yang akan disibukkan mendidik anak usia kisaran 7-12 tahun dengan kenakalan khas dan teramat sulit dikendalikan. Selepasnya, rumor tugas yang disandang guru SD mulai dari pengelolaan kelas, perumusan aneka lembar evaluasi, dan menyelesaikan laporan maupun lembar administrasi yang tampak menyebalkan.  Tak hanya itu, gaji yang dianggap tak cukup memenuhi kantong juga menjadi momok mereka yang memandang sebelah mata prodi PGSD dan produk lulusannya ini. Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah. Mengingat profesi guru SD di kalangan masyarakat bagai tersingkir oleh profesi-profesi lain yang dinilai lebih bonafit dan berkelas seperti dokter, perawat, polisi, dan lain sebagainya. Namun, pemikiran kuno itu mulai lungsur mengingat pemerintah tengah gencar-gencarnya