Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Cerpen "Hujan Rindu Menjalang"

Setiap hujan turun untuk menyapa penduduk bumi, gadis itu tak pernah absen duduk di tepi pekarangan rumah sambil memandang langit. Ia menanti air langit itu tanpa pernah menaruh kesal dan gundah. Senyum selalu tergambar di wajah sendunya. Sudah enam periode musim penghujan ia lalui. Dan ia masih sendiri. Mungkin, tahun berikutnya akan jadi waktu keberuntungan bagi dia.             Hujan adalah mimpi yang masih ia pendam dan berharap suatu ketika ada jawaban yang mampu mengusir segala sepi di dirinya. Lelaki enam tahun lalu telah membuatnya benar-benar jatuh hati. Tak dapat ia pungkiri, pria itu dengan sempurna membangun istana megah di sudut batinnya. Meski hanya dalam satu kali pertemuan yang amat singkat. Karena lelaki itu, gadis itu masih dapat menikmati peliknya dunia.             Mungkin akan terdengar berlebihan saat dikata pria itu adalah cinta pertamanya. Hanya sekian detik mereka saling bertatapan. Dan, secepat itu pula pria itu pergi. Gadis itu tak pernah mengerti, menga

Puisi "Langkahmu di Ujung Senja"

Gambar
Oleh: Erina Budi Purwantiningsih Universitas Negeri Malang – PGSD PP3 2015 Sumber: Dokumen Pribadi kasih, tahukah kau saat langit mulai menguning dan rombongan merpati telah kembali pulang aku masih bercengkrama dengan senja di ujung jalan karena kaulah yang ada di sana, itu engkau yang berkilauan seperti matahari sore kasih, kala bulan penuh turun di kaki bukit dan bintang-bintang datang menjajakan sinarnya di sepanjang malam purnama emas pahamilah terangnya yang menjadi jelmaan segala rinduku kau seperti kerlip bintang-bintang menangkap hatiku dan memenjarakannya ini semakin kuat memaksaku untuk mendentam memoriku dan menyimpan tawamu dalam naungan langit malam, daku teringat padamu dalam air mataku yang mulai meninggi kau muncul di pikiranku, dan waktu berjalan dan berhenti bersamamu Kediri, 12-12-2016 (Puisi ini diterbitkan di Majalah Media  <Majalah Pengembangan Pendidikan Jawa Timur> Edisi Januari 2017)

Nyalang PGSD dalam Kabut Bayang

PGSD? Pertanyaan itu seringkali terlontar saat ada yang saling berbincang mengenai salah satu prodi pendidikan tinggi keguruan. Mengapa? Pola pikir masyarakat umum terlanjur terkotak bahwa PGSD hanya akan mencetak calon guru yang akan disibukkan mendidik anak usia kisaran 7-12 tahun dengan kenakalan khas dan teramat sulit dikendalikan. Selepasnya, rumor tugas yang disandang guru SD mulai dari pengelolaan kelas, perumusan aneka lembar evaluasi, dan menyelesaikan laporan maupun lembar administrasi yang tampak menyebalkan.  Tak hanya itu, gaji yang dianggap tak cukup memenuhi kantong juga menjadi momok mereka yang memandang sebelah mata prodi PGSD dan produk lulusannya ini. Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah. Mengingat profesi guru SD di kalangan masyarakat bagai tersingkir oleh profesi-profesi lain yang dinilai lebih bonafit dan berkelas seperti dokter, perawat, polisi, dan lain sebagainya. Namun, pemikiran kuno itu mulai lungsur mengingat pemerintah tengah gencar-gencarnya