Menambal Mental Keropos Mahasiswa


“Menjadi mahasiswa adalah menjadi tulang punggung bangsa. Jika keropos, runtuhlah negara.”
Erina B. Purwantiningsih

Mahasiswa pada dasarnya adalah kaum intelektual idealis yang “kelahirannya” menjadi tonggak laju kehidupan. Bukan hanya sekedar mengejar ilmu di bangku perkuliahan demi karir cemerlang, namun juga sebagai perombak paradigma masyarakat.
Masih sering kita dengar bahwa pendidikan bukanlah hal utama dalam pencapaian ke arah lebih baik dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat kian terangnya kasus yang didalangi rayap-rayap berdasi dalam merong-rong negeri sendiri. Dan dalangnya tiada lain adalah mantan mahasiswa. Nama ‘mahasiswa’ kembali dipertaruhkan esensinya.
Melihat realita mahasiswa yang dipuja sebagai tonggak kemajuan suatu bangsa sampai saat ini masih menjadi pertanyaan bagi masyarakat luas, tidak terlepas dari wilayah Kota Patria, Blitar Raya. Bukankah suatu keharusan bagi mahasiswa untuk berperan aktif dalam kontrol kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah?
Menoleh di beberapa perguruan tinggi maupun sekolah tinggi negeri dan swasta di kota Blitar, budaya apik mahasiswa yang terekam masih buram. Mahasiswa masih terbawa arus hedonistik, pragmatik, dan tinggi elit terhadap lingkup sekitarnya. Walaupun ada yang berpemikiran kritis dan solutif tentu dapat terhitung jari, itupun mereka yang aktif berorganisasi baik intra maupun ekstra kampus.
salah satu kegiatan positif mahasiswa dalam melestarikan budaya daerah
(Kampus 3 Universitas Negeri Malang)

Sangat disayangkan, mahasiswa ialah harapan masa depan bangsa yang seharusnya melek lingkungan dan dan segala dinamisme di dalamnya, sehingga akan mudah tanggap dengan keadaan serta mengusung perubahan. Tak hanya itu, mahasiswa juga sebagai palu intelektualitas dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk menjadi pemecah permasalahan.
Lantas, apa fungsi hakiki mahasiswa itu?
Apabila kita telisik lebih dalam, peran mahasiswa menjadi salah satu pokok penting dalam menghadapi permasalahan di lingkup masyarakat. Berpemikiran kritis disertai gagasan yang solutif menjadi hal yang harus diampu oleh mahasiswa. Selain berbekal dari wawasan yang diperoleh di kampus penting juga memahami persoalan di sekelilingnya. Pada dasarnya, bersikap kritis dapat terasah karena adanya penyelewengan tata aturan. Sebagai mahasiswa yang antik, solusi konkret perlu disertakan. Mahasiswa juga dituntut untuk provokatif proaktif dengan bersikap kritis dalam menanggulangi permasalahan serta ambil bagian dalam wadah diskusi. Misalnya melalui forum jajak pendapat atau dapat juga via social media. Mahasiswa dapat merumuskan permasalahan kemudian mengungkap jalan keluarnya disertai perilaku nyata.
Intinya, mahasiswa merupakan lakon harapan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan para mahasiswa, rezim orde baru berhasil ditumpas dan berganti era reformasi. Harapan era reformasi 1998 perubahan sistem pemerintahan harus dirombak. Asal mahasiswa dapat menyatukan pola pandang untuk bersatu.
Di sisi lain, mahasiswa juga sebagai pemberdaya perubahan bangsa. Bukan hanya sebagai pengamat adanya celah-celah ketimpangan dalam masyarakat namun bisa menjadi pelurus persoalan. Mengingat mahasiswa juga merupakan bagian dari masyarakat. Dari segi aplikatif ilmu, mahasiswa juga sekiranya dapat mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan. Seperti yang tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi poin ketiga.
Sudah saatnya mahasiswa meleburkan cara berfikir untuk kepentingan khalayak ramai. Berlaku hedonis, pragmatik, dan meninggikan elit adalah dinding penghalang mahasiswa untuk bertindak sebagai pejuang emansipasi. Persoalan program pendidikan, jurusan, fakultas, ataupun perguruan tinggi bukanlah alasan untuk beraksi menggunakan intelektual dan mentalitasnya untuk membangun suasana masyarakat yang ramah aturan serta pemerintahan yang peduli keadaan.
Begitu pula tentang pengembangan potensi diri. Mahasiswa memanglah perlu mendalami ilmu di bangku perkuliahan sebagai bekalnya mengabdi di masyarakat nantinya. Di lain hal, terkait sektor peningkatan kesejahteraan daerah, mahasiswa juga diharapkan mampu menyokong perekonomian kreatif seperti dengan membuka usaha atau mengembangkankan karya sesuai bidangnya serta potensi di daerahnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan meningkatkan standar hidup daerah bahkan pada skala nasional. Pelaksanaannya juga dapat berlandaskan pada program terapan pemerintah daerah setempat, sehingga pengambilan peran sebagai mahasiswa menjadi penekan angka ketergantungan pemerintah yang berujung pada menipisnya angka pengangguran.
Tidak perlu melihat mahasiswa apa dan siapa untuk bergulat di bidangnya. Tapi untuk keseluruhan mahasiswa di bumi Indonesia, bumikan Tri Dharma dan mari mengudara!

(Erina Budi Purwantiningsih – S1 PGSD 2015 KSDP FIP UM)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKILAS BATAS PENDIDIKAN DI S1 PGSD UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Mengenal si Uranus: Planet Uranus: Planet Misterius yang Terguling

Yuk, Kenalan dengan Kampus 3 Universitas Negeri Malang