Aku tak akan lusuh, kau tahu?
Sudah lama aku tak menandangkan penaku pada secarik kertas. Mengapa? Kurasa aku terlampau bahagia untuk menyambut elok hariku dibanding menuangkan keluhku yang tak sanggup kuucap. Dan akhirnya, aku kembali menuangkan ceritaku.
Aku tengah bersambut dengan purnama merah. Awan tipis tampak berjalan melewatinya, pelan. Seolah mengabarkan bahwa dalam hidup tiada perlu mengungkap gundah. Waktu yang akan usaikan, melajulah saja.
Benar. Hari ini purnama ke 10 di tahun ini. Aku duduk pada dipan bambu yang tadi siang baru di letakkan ayahku di sana. Seorang diri. Menyesap kopi manis sambil menuliskan catatan kecil untuk perkuliahan esok lusa. Isinya sederhana saja, tentang poin presentasiku pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Jujur saja, pembelajaran itu acapkali membuatku menguap saat di kelas. Seolah imajinasi menulisku dikekang kuat dengan aturan-aturan penulisan penelitian. Aku kehilangan bebas.
Sudahlah. Aku awalnya ingin menceritakan pasal temanku. Terserah kau ingin menyebutnya siapa. Tapi, aku akan menyebutnya jarum. Mengapa? Aku menganggapnya berguna dan menyimpannya dengan apik, tapi ternyata dia menoreh luka padaku.
Suatu pagi yang cerah di kampusku, aku sengaja memilih duduk di bangku paling belakang kelas dengan harapan bisa mengerjakan tugas kuliahku yang lain tanpa sepengetahuan dosen. Dan pagi itu ternyata si jarum menjadi presentator. Pelan-pelan dia membagikan 'handout' materinya kepada teman-temanku sambil tertawa. Tiba saat ia di sampingku, kebetulan saat itu yang duduk di bangku belakang hanya aku. Dengan menyebalkannya dia berkata, "jangan sampai kamu nanti bertanya saat aku presentasi."
Secara otomatis pandanganku tajam ke padanya. Dan dengan tenang pula aku tersenyum. Tidak! Bukan aku menuruti ujarnya. Setahuku, itupun dari sampaian teman-temanku dia menganggapku dan seorang rekanku lainnya (sengaja tidak saya sebutkan) sebagai rival terumitnya. Entah itu benar atau tidak semula aku ragu tapi dia membuktikan ucapan yang kudapat itu.
Aku bukan pendendam. Sekali lagi kukatakan, aku bukan pendendam! Aku bahkan tiada ambil pusing untuk masalah itu. Hanya, aku berinisiatif meruntuhkan sikap menyebalkannya yang seolah sengaja untuk membuat mentalku turun. Sekalipun adanya aku semakin kukuh setelahnya.
Dan aku punya cara berkualitas untuk itu.
(Next, to be continue)
Aku tengah bersambut dengan purnama merah. Awan tipis tampak berjalan melewatinya, pelan. Seolah mengabarkan bahwa dalam hidup tiada perlu mengungkap gundah. Waktu yang akan usaikan, melajulah saja.
Benar. Hari ini purnama ke 10 di tahun ini. Aku duduk pada dipan bambu yang tadi siang baru di letakkan ayahku di sana. Seorang diri. Menyesap kopi manis sambil menuliskan catatan kecil untuk perkuliahan esok lusa. Isinya sederhana saja, tentang poin presentasiku pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Jujur saja, pembelajaran itu acapkali membuatku menguap saat di kelas. Seolah imajinasi menulisku dikekang kuat dengan aturan-aturan penulisan penelitian. Aku kehilangan bebas.
Sudahlah. Aku awalnya ingin menceritakan pasal temanku. Terserah kau ingin menyebutnya siapa. Tapi, aku akan menyebutnya jarum. Mengapa? Aku menganggapnya berguna dan menyimpannya dengan apik, tapi ternyata dia menoreh luka padaku.
Sumber gambar: google.com
Suatu pagi yang cerah di kampusku, aku sengaja memilih duduk di bangku paling belakang kelas dengan harapan bisa mengerjakan tugas kuliahku yang lain tanpa sepengetahuan dosen. Dan pagi itu ternyata si jarum menjadi presentator. Pelan-pelan dia membagikan 'handout' materinya kepada teman-temanku sambil tertawa. Tiba saat ia di sampingku, kebetulan saat itu yang duduk di bangku belakang hanya aku. Dengan menyebalkannya dia berkata, "jangan sampai kamu nanti bertanya saat aku presentasi."
Secara otomatis pandanganku tajam ke padanya. Dan dengan tenang pula aku tersenyum. Tidak! Bukan aku menuruti ujarnya. Setahuku, itupun dari sampaian teman-temanku dia menganggapku dan seorang rekanku lainnya (sengaja tidak saya sebutkan) sebagai rival terumitnya. Entah itu benar atau tidak semula aku ragu tapi dia membuktikan ucapan yang kudapat itu.
Aku bukan pendendam. Sekali lagi kukatakan, aku bukan pendendam! Aku bahkan tiada ambil pusing untuk masalah itu. Hanya, aku berinisiatif meruntuhkan sikap menyebalkannya yang seolah sengaja untuk membuat mentalku turun. Sekalipun adanya aku semakin kukuh setelahnya.
Dan aku punya cara berkualitas untuk itu.
(Next, to be continue)
Komentar
Posting Komentar
Enter Your Comment Here! :D