Perbedaan, Wajarkah?
Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Malang berbicara!
Fanatisme,
idealisme, dan sikap egoistik di era kini seolah adalah bumerang yang dapat
menikam diri kita sendiri setelah melukai orang lain. Tak elak dikata, berbagai
kasus yang menjadi sorotan tajam sekarang adalah bullying via akun sosial media, intoleransi agama, serta pelecehan
jati diri bangsa. Bukan lagi rumor saat kita melihat atau bahkan mengalami
sendiri ‘pembulian’ baik secara langsung atau via internet. Memang, setiap hal
pasti memiliki pro dan kontra yang merupakan hal wajar. Namun, penghinaan dan
‘mematikan’ pihak lain secara berlebih, sehatkah? Menurut saya, tidak.
Budaya arif bijaksana yang erat
dengan jati diri memupus sudah, ah,
tidak, bahkan nyaris lenyap. Kembali lagi pada topik bullying. Bullying sering
diartikan perkataan atau perbuatan yang ditujukan untuk menjatuhkan pihak lain.
Sering kita lihat di televisi misalnya, pembulian terhadap rekan sekolahnya
karena masalah kecil yang dibesar-besarkan, apalagi tindakan itu disertai
penganiayaan. Tak hanya kata-kata kasar terlontar, tangan dan kaki juga ikut
bertindak. Miris.
Dalam Alquran surat Al
Hujuraat:11 telah dipaparkan hukum melakukan tindakan bullying yang tentunya adalah tindakan keji.
Lantas, masih pantaskah manusia
menghina manusia lain hanya karena masalah yang sebenarnya mampu dilakukan
musyawarah atau karena rasa dengki terpendam sehingga berupaya menghancurkan
pihak lain? Saya rasa kita suda mampu menarik kesimpulan masing-masing.
Kasus lain, intoleransi agama
serta pelecehan jati diri bangsa yang tengah menebarkan bola api di kalangan
masyarakat. Berbagai masalahpun timbul, saling tuduh-menuduh, saling lempar
kesalahan, demonstrasi berujung ricuh, dan yang terburuk menghakimi orang lain
dengan dalih ‘agama’.
Sedari awal kita pun paham,
Indonesia adalah negara heterogen dengan adat, budaya, suku, bahasa, serta
agama. Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, di Indonesia telah
disyahkan memiliki 5 agama serta 1 kepercayaan yang meliputi Islam, Kristen,
Katholik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Indonesia semakin kaya perbedaan yang
menimbulkan kesan indah namun juga rawan konflik.
Perbedaan adalah hal yang wajar :) mahasiswa F5 PGSD UM Kampus 3 Kota Blitar |
Namun sekali lagi, Indonesia itu
Bhineka Tunggal Ika seperti yang tersemat dalam pita yang digenggam kaki burung
Garuda sebagai lambang negara kita. Ingatlah maknanya, berbeda-beda tapi tetap satu jua. Tak hanya sejak pengukuhan 5
agama 1 kepercayaan itu, tidak juga semenjak indonesia merdeka, bahkan ungkapan
Bhineka Tunggal Ika telah ada sejak era kerajaan Majapahit.
Maka, perlulah kita mengkaji
diri. Sejenak lupakan kanan dan kiri yang mengoceh,
memperbaiki diri, melupakan elegi, dan mencipta prestasi. Bukan karena atau
untuk orang lain, namun untuk pribadi, agama, dan bangsa. Mari berbenah! */ern
Erina Budi
Purwantiningsih. Mahasiswa S1 PGSD Universitas Negeri Malang tahun 2015 –
kampus 3 kota Blitar. Contact: Instagram/ line ID @erinabudi_
Komentar
Posting Komentar
Enter Your Comment Here! :D