Layang Manis untuk Bang Pidi Baiq

Surat untuk Bang Pidi Baiq yang baik.
Sudah lama aku hendak menandangkan suratku (baca: ocehan) ini. Kau bisa anggap aku benar-benar menulis di secarik kertas lalu ku lipat dan ku masukkan dalam amplop warna oranye. Mengapa oranye? Entah. Itu yang tiba-tiba kutuliskan. Coba tanya tanganku, apa maknanya. Jika dia sudah menjawabmu, maka beri tahu aku.
Surat spesial untuk Bang Pidi dari penulis kacangan @erinabudi_ semoga engkau sudi membaca

Terima kasih sudah memperkenalkan aku pada sosok Dilan dan Milea yang (katanya) sempat kau temui sebagai sumber laju idemu menulis. Teropong cinta yang bagiku harus indah dan penuh corak tiba-tiba pecah saat mataku menyusuri kisah Dilan dan Milea. Cinta yang sederhana, nyleneh, dan sedikit urakan. Mohon jangan salahkan kata-kataku. Menurutku itu seperti balon besar berisi cokelat permen yang kutusuk peniti penaut jilbabku. Dan boom... aku suka.

Sekali lagi terima kasih telah menyuguhkan secawan kopi rasa "perasaan, perjuangan, dan kesederhanaan" yang membuatku melek cinta. Bukan! Jangan ujar aku berlebih, aku serius. Aku pernah hidup sebagai Milea walaupun tak sama mirip.

Dan, ya, Bang Pidi, stigmaku tentang anak-anak geng motor, anak-anak badung yang hobi berantem, dan anak-anak tukang nongkrong itu cukup hitam. Tapi disini aku cinta Dilan. Bukan berarti aku terlalu suci, aku juga pernah menjadi gadis brutal dan pemberontak saat prinsip atau tatanan hidupku berusaha dikoyak. Benar! Aku bisa sangat marah dan jangan tebak apa yang akan aku lakukan, anganmu tak akan sampai. Kurasa, isi sepersekian otak Dilan juga lekat di kepalaku. Aku tak tahu ukuran pastinya, karena aku malas menghitung rumus-rumus menyebalkan. Ya! Aku bukan Milea yang menghuni kelas Biologi atau Dilan si anak kelas Fisika. Tapi Erina Budi Purwantiningsih, penggila ilmu sosial, seni, dan sastra.

Dan juga hai Maestro Cinta kesukaanku,
Bang Pido Baiq, terimalah salam dari penulis kacangan ini, si pecinta kertas dan bolpoin yang akan merengkuhnya di sudut kamar kala langit mulai sunyi. Aku bersungguh-sungguh saat menyebutmu Maestro Cinta. Itu gelar yang pas. Kau satunya orang selain diriku yang mengukuhkan pahamku akan kesederhanaan cinta beserta keluguannya. Bahwa cinta, perjuangan, elegi, pengorbanan adalah rangkaian mutiara yang terpasang di "diri" dia yang kau puja.

Sekali lagi sampaikan salam hangatku pada Milea dan Dilan, katakan pada mereka, "Waktu remaja akan indah saat taut jarinya bertaut di jarimu. Mungkin akan 'riuh' atau terlepas, tapi jejak kaknya tiada mengelupas."
Ah, ada petuah dariku, "sebuah cinta yang kupetik darimu dan kehangatan tubuhmu malam itu, dan kita tak lagi kita." (Kutipan Puisi Diorama Malam oleh saya sendiri dalam buku Panorama Cinta, 2016).
Sebuah salam hangat ku kirim dari Kota Dhaha, Kediri raya. */ern

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKILAS BATAS PENDIDIKAN DI S1 PGSD UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Yuk, Kenalan dengan Kampus 3 Universitas Negeri Malang

Mengenal si Uranus: Planet Uranus: Planet Misterius yang Terguling